Selasa, 25 September 2012

Misteri Planet X yang akan Menabrak Planet Bumi

Latar Belakang
Kalangan “orang dalam” di NASA, DoD (badan inteligensi militer), SETI maupun CIA sudah memprediksikan, kalau 2/3 dari penduduk planet bumi akan punah, ketika terjadi pergantian kutub, yang disebabkan kedatangan Planet X.
Sisa populasi yang bertahan hidup, terancam bahaya kelaparan dan radiasi elemen, dalam jangka waktu 6 bulan setelah kejadian ini.
Semua operasi rahasia menyadari kenyataan ini, dan sudah menyiapkan diri mereka. Konon, Vatikan juga mengetahui hal tersebut. Namun sayangnya, masyarakat luas dibiarkan begitu saja tanpa informasi, dibiarkan terlena dengan kehidupan sehari-hari, tanpa punya kesempatan untuk menyiapkan diri menghadapi bencana ini.
Ada apa sebenarnya?
Bocornya segelintir informasi dari kalangan “orang dalam” dan para pengamat, membuat publik mulai tertarik akan hal ini.
Kenapa bencana ini begitu dirahasiakan dari masyarakat luas? Jika sampai membuat kegemparan global, maka akan mempengaruhi pasar uang serta mengakibatkan lumpuhnya perekonomian dunia.
Seharusnya masyarakat luas diberikan kesempatan untuk mempersiapkan diri. Mudah-mudahan, setelah membaca ini, kita bisa semakin waspada ya!
Oke..saat ini, kalau kita jeli mengamati perkembangan bencana alam, jumlah kejadian bencana alam semakin banyak.Ini diakibatkan koneksi plasmatic elektromagnetis antar planet.
Sudah pernah dengar dong, kalau matahari KONON memiliki kembaran yang gelap (versi gelapnya matahari). Nah, disitulah lokasi mengorbitnya Planet X. Tepat diantara matahari dan kembarannya.
Catatan : kembaran matahari tidak terlihat dengan mata kita.
Tapi, para ilmuwan sudah menemukannya. Dalam “Illustrated Science & Invention Encyclopedia” volume ke 18, terbitan tahun 1987-1989, sudah dicantumkan soal keberadaan kembaran matahari ini.
Ini sejalan dengan gagasan Rampino, Stothers (1984) dan sang legenda : Carl Sagan (1985) yang juga berpendapat serupa lewat Hipotesis Shiva-nya, meski perulangan itu dikatakan terjadi tiap 35 juta tahun. Dengan gagasannya Whitmire dan Matessse membayangkan tiap 30 juta tahun sekali Nemesis melintas di dekat Awan Komet Oort dan gravitasinya membuat awan kometini sangat bergejolak hingga melepaskan ribuan kometisimal yang selanjutnya melesat ke tata surya bagian dalam akibat kombinasi gravitasi Nemesis dan Jupiter. Beberapa dari komet itu ‘mampir’ ke Bumi dan menimbulkan benturan hebat yang memusnahkan kehidupan secara massal. Sayangnya, ketika satelit IRAS (Infra Red Astronomical Satellite) diluncurkan awal 1980-an dan memetakan jagat raya pada spektrum sinar inframerah, Nemesis ternyata tidak pernah ditemukan.
Meski Nemesis dianggap sebagai bintang yang sangat redup, logikanya, karena masih membakar Hidrogen di terasnya, ia tetap memancarkan sinar inframerah yang kuat sebagaimana bintang2 cebol lainnya. Justru IRAS menemukan komet IRAS-Iraki-Alcox, komet redup yang melintas sejauh 5 juta km saja dari Bumi, komet terdekat selama ini. IRAS juga menemukan 3200 Phaethon, benda langit mirip asteroid namun menyemprotkan partikel2 dari permukaannya dengan bentuk mirip ekor komet dan dipastikan merupakan sumber dari hujan meteor (shower) Geminids yang terjadi tiap awal Desember. So, IRAS juga tidak pernah menyimpulkan telah ditemukan benda langit dengan ciri2 seperti Nibiru.
Kalaupun planet nibiru itu ada, dengan sifat2 fisik dan orbitnya, peluangnya untuk masuk ke tata surya bagian dalam ataupun berbenturan dengan Bumi adalah nol. Meski begitu, Selebaran Kiamatini di sisi lain sedang mengingatkan kita betapa terbukanya potensi benturan Bumi dengan benda2 langit dari Awan Komet Oort maupun Sabuk Kuiper (baca : komet), meski Bumi sudah ditamengi Jupiter dan Bulan. Merujuk betapa banyaknya jejak kawah tumbukan di wajah Bulan, Barbara Cohen dan David Kring (2002) menyimpulkan Bumi pernah dihajar jutaan bolide sekitar 2,8 milyar tahun silampada peristiwa Late Heavy Bombardment. Hajaran itu membentuk sedikitnya 22.000 kawah tumbukan berdiameter lebih dari 20 km, dengan 40 kawah diantaranya benar2 berukuran raksasa dan layak disebut basin, mengingat diameternya lebih dari 1.000 km. Kini tak satupun darikawah2 itu yang tersisa, mengingat aktifnya dinamika permukaan Bumi oleh proses erosi dan gerakan lempeng2 tektonik.
Dua kawah tertua yang ada, masing2 Vredefort (Afrika Selatan, diameter 300 km) dan Sudbury (Canada, diameter 250 km) berasal dari masa yang lebih muda (2 milyar tahun silam). Andai hipotesis Shiva benar, jika kita menghitung balik dari dua peristiwa tumbukan benda langit terdahsyat terakhir, yakni peristiwa 65 juta tahun silam (musnahnya Dinosaurus, ditandai dengan terbentuknya Kawah raksasa Chicxulub) dan 35 juta tahun silam (terbentuknya Kawah Popigai di Russia, diameter 100 km, dan Kawah Chesapeake Bay di New YorkCity, diameter 95 km), nampaknya siklus bencana 30-35 juta tahun akan terulang lagi di masa kini, periode dimana manusia hidup. Berkait tumbukan ini, menarik sekali bahwa di region Asia Tenggara, sebagian Australia, Taiwan, China dan P. Madagaskar, bahkan ada juga yang mengatakan hinggake Eropa Tengah dan Texas, telah ditemukan tektit, yakni butir2 batuan beku khas produk tumbukan benda langit. Di Indonesia tektit ini bisa ditemukan di Jawa (terutama di Sangiran), Belitung, Kalimantan dan Ambon. Tektit yang disebut tektit austral-asia ini terjepit di sedimen berumur pleistosen tengah atau dari masa 0,77 juta tahun silam.
Di dalam tektit ini ditemukan pula mineral coesite, sejenis kuarsa yang termetamorfosis oleh tekanan luar biasa besar (200ribu ton per meter persegi !), yang secara alami hanya diproduksi oleh tumbukan benda langit. Jelas bahwa sebaran tektit austral-asia berasal dari tumbukan benda langit pada 0,77 juta tahun silam. Melihat betapa luas sebarannya, Edward Chao – yang bersama empat serangkai : Eugene Shoemaker (alm), Nicholas M. Short, B.M. French dan W von Engelhardt menjadi pionir penyelidikan dan pembuktian tumbukan benda langit di dekade 1960an – menyebut tektit itu bisa disamakan dengan sebaran global lempung hitam tipis yang terjepit di antara sedimen zaman Kapur danTersier. Lempung hitam ini jadi demikian populer karena amat kaya dengan iridium dan jadi salah satu penanda terjadinya tumbukan dahsyat 65 juta tahun silam, yang membentuk Kawah raksasa Chicxulub sembari mengiamatkan 75 % populasi makhluk hidup saat itu. Maka skala tumbukan yang membentuk tektit austral-asiapun menyamai dahsyatnya pembentukan Kawah Chicxulub.
Hampir semua paper yang mengupas genesis tektitaustral-asia menyebut kawasan Asia Tenggara merupakan titik permukaan Bumi yang dihantam bolide pada 0,77 juta tahun silam itu. Menariknya, survey di Laut Cina Selatan selama 1 dekade (1989 – 1999) menggunakan satelit GEOSAT dan SEASAT berhasil mendeteksi sebuah struktur sirkular raksasa berdiameter 100 km di 13° 36′ LU 110° 30′ BT. Meski belum diteliti lebih lanjut (karena untuk itu perlu dibor dan dicek tipe batuannya) diduga kuat inilah kawah raksasa itu. Satu hal yang harus diingat, meski (anggaplah) tumbukan versi hipotesis Shiva itu sudah terjadi 0,77 juta tahun silam, dalam sejarahnya jarang sekali dijumpai tumbukan benda langit (terutama yang membentuk kawah2 raksasa) dari bolide tunggal, kebanyakan dihasilkan oleh beragam bolide yang datang secara berentetan selama 1-2 juta tahun (rentang waktu yang tergolong pendek dalam skala waktu geologi). Pola khas ini nampak dari terbentuknya kawah Chicxulub yang segera diikuti dengan pembentukan 7 buah kawah tumbukan lain, masing2 Eagle Butte (Canada), Gusev (Russia), Belize (Meksiko), Alvaro Obregon (Meksiko), Haiti (Laut Karibia), Silverpit (lepas pantai Inggris) dan sau kawah tak bernama di dasar Samudera Pasifik.
Begitu pula terbentuknya Popigai, yang langsung disusul dengan munculnya kawah Chesapeake Bay (AS) dan struktur Fohn di celah Timor. Dan kawah di Laut Cina Selatan ini ? Memang sebelumnya telah terbentuk kawah Zhamanshin (Kazakhstan, diameter 14 km, 0,9 juta tahun silam), Bosumtwi (Ghana, diameter 10,5 km, 1,1 juta tahun silam), Eltanin (Laut Bellingshausen, diameter 40 km, 2,15 juta tahun silam) dan Kara-Kul (Tajikistan, diameter 50 km, 3 juta tahun silam). Namun kita tidak pernah tahu apakah kawah di Laut Cina Selatan tadi merupakan “penutup” rangkaian tumbukan itu atau hanya bagian dari sejarah mencekam yang sedang bergulir sampai detik ini.
Melihat Planet X
Hanya teleskop terbesar (yang dijaga ketat) bisa digunakan untuk melihat Planet X. Sejumlah observatorium kecil di dunia mencatat keberhasilan melihat Planet X di awal tahun 2001.
Dr.Harrington, rekan sejawat dari Ilmuwan dan arkeolog Zecharia Sitchin, yang pertama meyakini keberadaan NIBIRU atau Planet X berdasarkan catatan kuno orang Sumeria, meninggal mendadak akibat kecelakaan. Diduga ini disebabkan keberanian Harrington mengekspos penemuan planet ke 10 yang dikenal dengan nama Planet X ini, guna melengkapi teori Sitchin.
Sejak peristiwa ini, para ilmuwan memilih tutup mulut dan tak mau bicara banyak soal Planet X dan aktivitasnya.
Saat Zecharia Sitchin menerbitkan buku yang didasari tulisan terjemahan bangsa Sumeria Kuno, Sitchin menyatakan ada 12 planet di tata surya kita. Saat buku diterbitkan (tahun 1970an), Teori Sitchin ditertawakan. Tapi, saat satu persatu temuan ilmuwan membuktikan bahwa Teori Sitchin benar…, statement Sitchin mulai diawasi ketat.
Dalam bukunya, “The 12th Planet”, Sitchin menulis tentang legenda “Komet Kiamat” atau “Nemesis” yang muncul secara periodic dan menciptakan kehancuran.

PLANET NABIRU

Bagian luar Tata Surya masih memiliki banyak planet-planet minor yang belum ditemukan. Sejak pencarian untuk Planet X dimulai pada awal abad ke 20, kemungkinan akan adanya planet hipotetis yang mengorbit Matahari dibalik Sabuk Kuiper telah membakar teori-teori Kiamat dan spekulasi bahwa Planet X sebenarnya merupakan saudara Matahari kita yang telah lama “hilang”.

Tetapi mengapa cemas duluan akan Planet X/Teori Kiamat ini? Planet X tidak lain hanya merupakan obyek hipotetis yang tidak diketahui?
Teori-teori ini didorong pula dengan adanya ramalan suku Maya akan kiamat dunia pada tahun 2012 (Mayan Prophecy) dan cerita mistis Bangsa Sumeria tentang Planet Nibiru, dan akhirnya kini memanas sebagai “ramalan kiamat” 21 Desember 2012. Namun, bukti-bukti astronomis yang digunakan untuk teori-teori ini benar-benar melenceng.
Pada 18 Juni kemarin, peneliti-peneliti Jepang mengumumkan berita bahwa pencarian teoretis mereka untuk sebuah massa besar di luar Tata Surya kita telah membuahkan hasil. Dari perhitungan mereka, mungkin saja terdapat sebuah planet yang sedikit lebih besar daripada sebuah obyek Plutoid atau planet kerdil, tetapi tentu lebih kecil dari Bumi, yang mengorbit Matahari dengan jarak lebih dari 100 SA. Tetapi sebelum kita terhanyut pada penemuan ini, planet ini bukan Nibiru, dan bukan pula bukti akan berakhirnya dunia ini pada 2012. Penemuan ini penemuan baru dan merupakan perkembangan yang sangat menarik dalam pencarian planet-planet minor dibalik Sabuk Kuiper.
Dalam simulasi teoretis, dua orang peneliti Jepang telah menyimpulkan bahwa bagian paling luar dari Tata Surya kita mungkin mengandung planet yang belum ditemukan. Patryk Lykawa dan Tadashi Mukai dari Universitas Kobe telah mempublikasikan paper mereka dalam Astrophysical Journal yang menjelaskan tentang planet minor yang mereka yakini berinteraksi dengan Sabuk Kuiper yang misterius itu.
Kuiper Belt Objects (KBOs)
Sabuk Kuiper menempati wilayah yang sangat luas di Tata Surya kita, kira-kira 30-50 SA dari Matahari, dan mengandung sejumlah besar obyek-obyek batuan dan metalik. Obyek terbesar yang diketahui adalah planet kerdil (Plutoid) Eris. Telah lama diketahui bahwa Sabuk Kuiper memiliki karakteristik yang aneh, yang mungkin menandakan keberadaan sebuah benda (planet) besar yang mengorbit Matahari dibalik Sabuk Kuiper. Salah satu karakterikstik tersebut adalah yang disebut dengan “Kuiper Cliff” atau Jurang Kuiper yang terdapat pada jarak 50 SA. Ini merupakan akhir dari Sabuk Kuiper yang tiba-tiba, dan sangat sedikit obyek Sabuk Kuiper yang telah teramati dibalik titik ini. Jurang ini tidak dapat dihubungkan terhadap resonansi orbital dengan planet-planet masif seperti Neptunus, dan tampaknya tidak terjadi kesalahan (error) pengamatan. Banyak ahli astronomi percaya bahwa akhir yang tiba-tiba dalam populasi Sabuk Kuiper tersebut dapat disebabkan oleh planet yang belum ditemukan, yang mungkin sebesar Bumi. Obyek inilah yang diyakini Lykawka dan Mukai telah mereka perhitungkan keberadaannya.
Planet-planet dalam susunan tatasurya
Peneliti Jepang ini memprediksikan sebuah obyek besar, yang massanya 30-70 % massa Bumi, mengorbit Matahari pada jarak 100-200 SA. Obyek ini mungkin juga dapat membantu menjelaskan mengapa sebagian obyek Sabuk Kuiper dan obyek Trans-Neptunian (TNO) memiliki beberapa karakteristik orbital yang aneh, contohnya Sedna.
Sejak ditemukannya Pluto pada tahun 1930, para astronom telah mencari obyek lain yang lebih masif, yang dapat menjelaskan gangguan orbital yang diamati pada orbit Neptunus dan Uranus. Pencarian ini dikenal sebagai “Pencarian Planet X”, yang diartikan secara harfiah sebagai “pencarian planet yang belum teridentifikasi”. Pada tahun 1980an gangguan orbital ini dianggap sebagai kesalahan (error) pengamatan. Oleh karena itu, pencarian ilmiah akan Planet X dewasa ini adalah pencarian untuk obyek Sabuk Kuiper yang besar atau pencarian planet minor. Meskipun Planet X mungkin tidak akan sebesar massa Bumi, para peneliti masih akan tetap tertarik untuk mencari obyek-obyek Kuiper lain, yang mungkin seukuran Plutoid, mungkin juga sedikit lebih besar, tetapi tidak terlalu besar.
“The interesting thing for me is the suggestion of the kinds of very interesting objects that may yet await discovery in the outer solar system. We are still scratching the edges of that region of the solar system, and I expect many surprises await us with the future deeper surveys.” – Mark Sykes, Direktur Planetary Science Institute (PSI) di Arizona.
Planet X tidaklah menakutkan
Jadi darimana Nibiru ini berasal? Pada tahun 1976 sebuah buku kontroversial berjudul “The Twelfth Planet” atau “Planet Keduabelas” ditulis oleh Zecharian Sitchin. Sitchin telah menerjemahkan tulisan-tulisan kuno Sumeria yang berbentuk baji (bentuk tulisan yang diketahui paling kuno). Tulisan berumur 6000 tahun ini mengungkapkan bahwa ras alien yang dikenal sebagai Anunnaki dari Planet yang disebut Nibiru, mendarat di Bumi. Ringkas cerita, Anunnaki memodifikasi gen primata di Bumi untuk menciptakan homo sapien sebagai budak mereka.
Illustrasi Terjadinya Impact
Ketika Anunnaki meninggalkan Bumi, mereka membiarkan kita memerintah Bumi ini hingga saatnya mereka kembali nanti. Semua ini mungkin tampak sedikit fantastis, dan mungkin juga sedikit terlalu detil jika mengingat semua ini merupakan terjemahan harfiah dari tulisan kuno berumur 6000 tahun. Pekerjaan Sitchin ini telah diabaikan oleh komunitas ilmiah sebagaimana metode interpretasinya dianggap imajinatif. Meskipun demikian, banyak juga yang mendengar Sitchin, dan meyakini bahwa Nibiru (dengan orbitnya yang sangat eksentrik dalam mengelilingi Matahari) akan kembali, mungkin pada tahun 2012 untuk menyebabkan semua kehancuran dan terror-teror di Bumi ini. Dari “penemuan” astronomis yang meragukan inilah hipotesa Kiamat 2012 Planet X didasarkan. Lalu, bagaimanakah Planet X dianggap sebagai perwujudan dari Nibiru?
Kemudian terdapat juga “penemuan katai coklat di luar Tata Surya kita” dari IRAS pada tahun 1984 dan “pengumuman NASA akan planet bermassa 4-8 massa Bumi yang sedang menuju Bumi” pada tahun 1933. Para pendukung hipotesa kiamat ini bergantung pada penemuan astronomis ini sebagai bukti bahwa Nibiru sebenarnya adalah Planet X yang telah lama dicari para astronom selama abad ini. Tidak hanya itu, dengan memanipulasi fakta-fakta tentang penelitian-penelitian ilmiah, mereka “membuktikan” bahwa Nibiru sedang menuju kita (Bumi), dan pada tahun 2012, benda masif ini akan memasuki bagian dalam Tata Surya kita, menyebabkan gangguan gravitasi.
Dalam pendefinisian yang paling murni, Planet X adalah planet yang belum diketahui, yang mungkin secara teoretis mengorbit Matahari jauh di balik Sabuk Kuiper. Jika penemuan beberapa hari lalu memang akhirnya mengarah pada pengamatan sebuah planet atau Plutoid, maka hal ini akan menjadi penemuan luar biasa yang membantu kita memahami evolusi dan karakteristik misterius bagian luar Tata Surya kita.

planet baru

Ditemukan 32 Planet Baru


Astronom-astronom Eropa mengumumkan telah menemukan 32 planet baru yang mengorbit sejumlah bintang di luar sistem tata surya kita dan menyatakan, Senin (19/10), hasil temuan itu menunjukkan bahwa 40 persen atau lebih dari bintang seperti Matahari memiliki planet-planet semacam itu.

Planet-planet itu memiliki ukuran mulai dari sekitar lima kali Bumi hingga lima kali Yupiter, kata mereka. Sejumlah planet lain juga telah ditemukan dan para astronom itu berjanji akan mengumumkan hal itu akhir tahun ini.

"Penemuan terakhir itu membuat jumlah planet yang ditemukan di luar sistem tata surya kita menjadi sekitar 400," kata Stephane Udry, dari Observatorium Jenewa di Swiss.

"Alam sepertinya tidak kosong. Jika ada ruang untuk planet, maka akan ada planet di sana," kata Udry kepada wartawan dalam penjelasan Internet dari pertemuan astronom di Porto, Portugal.

"Lebih dari 40 persen bintang seperti Matahari memiliki planet-planet dengan massa rendah," tambahnya.

Tim astronom itu menggunakan spektrograf HARPS (Pencari Planet Kecepatan Cahaya Akurasi Tinggi) yang dipasang pada teleskop 3,6 meter Observatorium Selatan Eropa (ESO) di La Silla, Chile.

Spektrograf itu tidak menggambarkan planet-planet tersebut secara langsung, namun ilmuwan bisa menghitung ukuran dan massanya dengan mendeteksi perubahan kecil pada getaran bintang yang ditimbulkan oleh tarikan gravitasi kecil planet.

Para astronom ingin menemukan planet-planet seperti Bumi karena ini merupakan tempat yang paling memungkinkan untuk menopang kehidupan.

HARPS telah menemukan 75 planet yang mengitari 30 bintang yang berbeda. Tim ESO tidak memberikan penjelasan terinci mengenai bintang-bintang apa yang diorbit oleh ke-32 planet baru itu

Selasa, 11 September 2012

PLANET DI TATA SURYA

Kata planet berasal dari bahasa Yunani yaitu planetai, yang berarti pengembara. Hal ini disebabkan kedudukan planet terhadap bintang tidaklah tetap. Planet adalah benda angkasa yang tidak mempunyai cahaya sendiri, berbentuk bulatan, dan beredar mengelilingi bintang (Matahari). Sebagian besar planet mempunyai pengiring atau pengikut yang disebut Satelit yang beredar mengelilingi planet.

Sebelumnya, para ahli menetapkan bahwa di dalam tata surya terdapat sembilan planet. Sembilan planet tersebut berdasarkan urutannya dari matahari yang terdiri atas planet Merkurius, Venus, Bumi, Mars, Jupiter, Saturnus, Uranus, Neptunus dan Pluto. Sejalan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dimiliki manusia, maka berdasarkan Sidang Umum International Astronomical Union (IAU) ke-26, pada tanggal 25 Agustus 2006 di Praha, ditetapkan delapan planet dengan mengeluarkan Planet Pluto dari Sistem Tata Surya kita. Sementara itu, Pluto diturunkan statusnya sebagai kategori planet kerdil bersama-sama dengan Xena dan Asteroid Ceres.

Keputusan mengeluarkan Pluto yang sudah menjadi anggota keluarga planet tata surya selama 76 tahun merupakan konsekuensi ditetapkannya definisi baru tentang planet. Dalam resolusi tersebut, sebuah benda langit bisa disebut planet apabila memenuhi tiga syarat, yakni mengorbit matahari, berukuran cukup besar sehingga mampu mempertahankan bentuk bulat, dan memiliki jalur orbit yang jelas dan "bersih" (tidak ada benda langit lain pada orbit tersebut). Dari kriteria ini, planet Pluto memiliki kelemahan, antara lain ukurannya sangat kecil dan bentuk orbitnya yang memanjang dan memotong orbit Neptunus, sehingga dalam perjalanannya mengelilingi matahari, Pluto kadang-kadang lebih dekat dengan matahari dibandingkan Neptunus. Lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 3.8 berikut ini.



Gambar 3.8 Sistem Tata Surya Baru
(Sumber : Media Indonesia, 26 Agustus 2006, halaman 1)

Planet-planet yang ada di tata surya dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa kriteria, antara lain sebagai berikut.

1)    Berdasarkan massanya, planet dapat dikelompokan menjadi dua macam, yaitu sebagai berikut:

a)    Planet bermassa besar (Superior planet), terdiri atas Jupiter, Saturnus, Uranus, dan Neptunus.
b)    Planet bermassa kecil (Inferior Planet), terdiri atas Merkurius, Venus, Bumi, dan Mars.


2)    Berdasarkan jaraknya ke matahari, planet dapat dibedakan atas planet dalam dan planet luar.

a) Planet dalam (Interior planet),
yaitu planet-planet yang jarak rata-ratanya ke matahari lebih pendek daripada jarak rata-rata Planet Bumi ke Matahari. Berdasarkan kriteria tersebut, maka yang termasuk planet dalam, adalah Planet Merkurius dan Venus. Planet Merkurius ataupun Venus mempunyai kecepatan beredar mengelilingi matahari berbeda-beda, sehingga letak atau kedudukan planet tersebut bila dilihat dari bumi akan berubah-ubah pula. Sudut yang dibentuk oleh garis yang menghubungkan Bumi-Matahari dengan suatu planet disebut elongasi. Besarnya sudut elongasi yang dibentuk oleh garis yang menghubungkan Bumi-Matahari-Merkurius yaitu antara 0 -28 derajat, sedangkan sudut elongasi Bumi-matahari-Venus adalah 0 - 50 derajat.

Berdasarkan besarnya sudut elongasi paling besar yang dapat dicapai oleh planet tersebut, sehingga dapat dihitung lamanya waktu planet Merkurius dan Venus terlihat dari bumi, yakni Planet Merkurius dapat terlihat dari bumi paling lama sekitar 28 / 360 x 24 jam =  1 jam 52 menit, sedangkan Planet Venus dapat terlihat dari bumi paling lama sekitar 50 / 360 x 24 jam = 3 jam 20 menit. Elongasi planet dalam (interiorplanet) dapat dibedakan menjadi dua, yaitu elongasi barat, jika posisi suatu planet berada di sebelah barat matahari dilihat dari bumi dan elongasi timur, jika posisi suatu planet berada di sebelah timur matahari dilihat dari bumi. Planet Venus ataupun Merkurius yang berada pada posisi elongasi barat akan terbit terlebih dahulu di ufuk timur pada saat matahari masih berada di bawah horizon timur, sehingga planet tersebut terlihat berkilauan dilihat dari bumi karena sinar matahari yang diterimanya dipantulkan kembali ke bumi. Oleh karena itu, orang-orang di bumi menyebut Planet Venus atau Merkurius yang sedang berada pada kedudukan elongasi barat sebagai Bintang Timur. Sebaliknya apabila planet Merkurius atau Venus sedang berada pada posisi elongasi Timur, maka-planet-planet itu akan memantulkan cahaya matahari beberapa saat setelah matahari terbenam di ufuk barat, sehingga akan terlihat dari bumi sebagai Bintang Senja.

b) Planet luar (Eksterior planet),
yaitu planet-planet yang jarak rata-ratanya ke matahari lebih panjang daripada jarak rata-rata Planet Bumi ke Matahari. Termasuk ke dalam kelompok planet luar, yaitu Planet Mars, Jupiter, Saturnus, Uranus, dan Neptunus.

Dilihat dari bumi, sudut elongasi kelompok planet luar berkisar antara 0 -180 derajat. Bila elongasi salah satu planet mencapai 180 derajat hal ini berarti planet tersebut sedang berada dalam kedudukan oposisi, yaitu kedudukan suatu planet berlawanan arah dengan posisi matahari dilihat dari bumi. Pada saat oposisi, berarti planet tersebut berada pada jarak paling dekat dengan bumi.

Bila elongasi salah satu planet mencapai 00 berarti planet tersebut mencapai kedudukan konjungsi, yaitu suatu kedudukan planet yang berada dalam posisi searah dengan matahari dilihat dari bumi. Pada saat konjungsi, berarti planet tersebut berada pada jarak paling jauh dengan bumi.

Contoh soal:

1)    Matahari terbit di ufuk timur pukul 06.00 dan terbenam di ufuk barat pukul 18.00, pukul berapakah planet Merkurius akan terbit, apabila planet tersebut sedang elongasi barat sebesar 15 derajat ?
Jawab:
Diketahui    : Elongasi barat Planet Merkurius sebesar 15 derajat.
Waktu yang diperlukan : 15 / 360 x 24 jam = 1 jam
Planet Merkurius terbit : Pukul 06.00 - 1 jam = pukul 05.00

2)    Matahari terbit di ufuk timur pukul 06.00 dan terbenam di ufuk barat pukul 18.00, pukul berapakah Planet Mars akan terbenam, apabila planet tersebut sedang elongasi timur sebesar 45,5 0?
Jawab :
Diketahui    : Elongasi timur Planet Mars sebesar 45,5 derajat
Waktu yang diperlukan : 45,5 / 360 x 24 jam = 3 jam 18 menit
Planet Mars terbenam : pukul 18.00 - 3 jam 18 menit = pukul 21.18

Berikut ini dijelaskan satu persatu mengenai planet-planet sebagai anggota tata surya.

1) Planet Merkurius

Merkurius merupakan planet paling dekat ke matahari, jarak rata-ratanya hanya sekitar 57,8 juta km. Akibatnya, suhu udara pada siang hari sangat panas (mencapai 4000C), sedangkan malam hari sangat dingin (mencapai -2000 C). Perbedaan suhu harian yang sangat besar disebabkan planet ini tidak mempunyai atmosfer. Merkurius berukuran paling kecil, garis tengahnya hanya 4.850 km hampir sama dengan ukuran bulan (diameter 3.476 km). Planet ini beredar mengelilingi matahari dalam suatu orbit eliptis (lonjong) dengan periode revolusinya sekitar 88 hari, sedangkan periode rotasinya sekitar 59 hari.


Gambar 3.9
A. Planet Merkurius dan B. Perbandingannya Merkurius dengan Bumi (Sumber: www.sarkaniemi.fi)

2) Planet Venus

Venus merupakan planet yang letaknya paling dekat ke bumi, yaitu sekitar 42 juta km, sehingga dapat terlihat jelas dari bumi sebagai suatu noktah kecil yang sangat terang dan berkilauan menyerupai bintang pada pagi atau senja hari. Venus sering disebut sebagai bintang kejora pada saat Planet Venus berada pada posisi elongasi barat dan bintang senja pada waktu elongasi timur. Kecemerlangan planet Venus disebabkan pula oleh adanya atmosfer berupa awan putih yang menyelubunginya dan berfungsi memantulkan cahaya matahari.

Jarak rata-rata Venus ke matahari sekitar 108 juta km, diselubungi atmosfer yang sangat tebal terdiri atas gas karbondioksida dan sulfat, sehingga pada siang hari suhunya dapat mencapai 4770 C, sedangkan pada malam hari suhunya tetap tinggi karena panas yang diterima tertahan atmosfer. Diameter planet Venus sekitar 12.140 km, periode rotasinya sekitar 244 hari dengan arah sesuai jarum jam, dan periode revolusinya sekitar 225 hari.


Gambar 3.10 Planet Venus
(Sumber: (A) www.celestiamotherlode.net dan (B) www.resa.net)





3) Planet Bumi (The Earth)

Bumi merupakan planet yang berada pada urutan ketiga dari matahari. Jarak rata-ratanya ke matahari sekitar 150 juta km, periode revolusinya sekitar 365,25 hari, dan periode rotasinya sekitar 23 jam 56 menit dengan arah barat-timur. Planet bumi mempunyai satu satelit alam yang selalu beredar mengelilingi bumi yaitu Bulan (The Moon). Diameter Bumi sekitar 12.756 km hampir sama dengan diameter Planet Venus.


Gambar 3.11 Planet Bumi (Sumber: www.solarviews.com)


Gambar 3.12 Planet Mars (Sumber: www.urania.uk)
4) Planet Mars

Mars merupakan planet luar (eksterior planet) yang paling dekat ke bumi. Planet ini tampak sangat jelas dari bumi setiap 2 tahun 2 bulan sekali yaitu pada kedudukan oposisi. Sebab saat itu jaraknya hanya sekitar 56 juta km dari bumi, sehingga merupakan satu-satunya planet yang bagian permukaannya dapat diamati dari bumi dengan mempergunakan teleskop, sedangkan planet lain terlalu sulit diamati karena diselubungi oleh gas berupa awan tebal selain jaraknya yang terlalu jauh.

Keadaan di Mars paling mirip dengan bumi, sehingga memungkinkan terdapatnya kehidupan. Karena itu, para astronom lebih banyak menghabiskan waktu mempelajari Mars daripada planet lain. Jarak rata-rata ke Matahari sekitar 228 juta km, periode revolusinya sekitar 687 hari, sedangkan periode rotasi sekitar 24 jam 37 menit. Diameter planet sekitar setengah dari diameter bumi (6.790 km), diselimuti lapisan atmosfer yang tipis, dengan suhu udara relatif lebih rendah daripada suhu udara di bumi. Planet Mars mempunyai dua satelit alam, yakni Phobos dan Deimos.


Gambar 3.13 Planet Jupiter (Sumber: www.urania.uk)
5) Planet Jupiter

Jupiter merupakan planet terbesar di tata surya, diameter sekitar 142.600 km, terdiri atas materi dengan tingkat kerapatannya rendah, terutama hidrogen dan helium. Jarak rata-ratanya ke matahari sekitar 778 juta km, berotasi pada sumbunya dengan sangat cepat yakni sekitar 9 jam 50 menit, sedangkan periode revolusinya sekitar 11,9 tahun. Planet Jupiter mempunyai satelit alam yang jumlahnya paling banyak yaitu sekitar 13 satelit, di antaranya terdapat beberapa satelit yang ukurannya besar yaitu Ganimedes, Calisto, Galilea, Io dan Europa.


Gambar 3.14 Planet Saturnus
(Sumber: Ilmu Pengetahuan Populer Jilid 1, halaman 129)
6) Planet Saturnus

Saturnus merupakan planet terbesar ke dua setelah Jupiter, diameternya sekitar 120.200 km, periode rotasinya sekitar 10 jam 14 menit, dan revolusinya sekitar 29,5 tahun. Planet ini mempunyai tiga cincin tipis yang arahnya selalu sejajar dengan ekuatornya, yaitu Cincin Luar (diameter 273.600 km), Cincin Tengah (diameter 152.000 km), dan Cincin Dalam (diameter 160.000 km). Antara Cincin Dalam dengan permukaan Saturnus dipisahkan oleh ruang kosong yang berjarak sekitar 11.265 km. Planet Saturnus mempunyai atmosfer sangat rapat terdiri atas hidrogen, helium, metana, dan amoniak. Planet Saturnus mempunyai satelit alam berjumlah sekitar 11 satelit, diantaranya Titan, Rhea, Thetys, dan Dione.

7) Planet Uranus

Uranus mempunyai diameter 49.000 km hampir empat kali lipat diameter bumi. Periode revolusinya sekitar 84 tahun, sedangkan rotasinya sekitar 10 jam 49 menit. Berbeda dengan planet lainnya, sumbu rotasi pada planet ini searah dengan arah datangnya sinar matahari, sehingga kutubnya seringkali menghadap ke arah matahari. Atmosfernya dipenuhi hidrogen, helium dan metana. Di luar batas atmosfer, Planet Uranus terdapat lima satelit alam yang mengelilinginya, yaitu Miranda, Ariel, Umbriel, Titania, dan Oberon. Jarak rata-rata ke matahari sekitar 2.870 juta km. Planet inipun merupakan planet raksasa yang sebagian besar massanya berupa gas dan bercincin, ketebalan cincinnya hanya sekitar 1 meter terdiri atas partikel-partikel gas yang sangat tipis dan redup.


Gambar 3.15 Planet Uranus 
(Sumber: (A) Uranus.it.swin.edu.au (B) www.solarvoyager.com)


8) Planet Neptunus

Neptunus merupakan planet superior dengan diameter 50.200 km, letaknya paling jauh dari matahari. Jarak rata-rata ke matahari sekitar 4.497 juta km. Periode revolusinya sekitar 164,8 tahun, sedangkan periode rotasinya sekitar 15 jam 48 menit. Atmosfer Neptunus dipenuhi oleh hidrogen, helium, metana, dan amoniak yang lebih padat dibandingkan dengan Jupiter dan Saturnus. Satelit alam yang beredar mengelilingi Neptunus ada dua, yaitu Triton dan Nereid. Planet Neptunus mempunyai dua cincin utama dan dua cincin redup di bagian dalam yang mempunyai lebar sekitar 15 km.


Gambar 3.16 Planet Neptunus
(Sumber: (A) www.einsteinflits.nl, (B) www.sarkaniemi.fi)

Walaupun sekarang Pluto sudah tidak termasuk planet sebagai anggota tata surya, tetapi tidak ada salahnya untuk diketahui demi menambah wawasan pengetahuan. Pluto memiliki diameter sekitar 6.400 km, letaknya paling jauh dari matahari. Jarak rata-ratanya ke matahari yaitu sekitar 5.900 juta km. Periode revolusinya sekitar 247,7 tahun, sedangkan periode rotasinya sekitar 153 jam. Jarak Pluto yang sangat jauh dari matahari mengakibatkan suhu planet ini menjadi sangat dingin dengan tingkat kepadatan tinggi pula. Walaupun demikian, Planet Pluto memiliki satu satelit alam yang mengelilingi planet itu dalam jarak sekitar 17.000 km yang dinamakan Charon.

PLANET TERTUA

Temuan dua planet besar baru oleh teleskop di Chili adalah planet tertua yang terdeteksi di luar tata surya kita. Planet ini telah ada sejak sebelum Bima Sakti sepenuhnya terbentuk.
Dr Johny Setiawan, tim penemu planet-planet yang mengorbit bintang HIP 11952 mengatakan, "Jika terdapat peradaban cerdas di sana, tentu saja hal tersebut akan dapat menyajikan bagaimana alam semesta mulai berkembang setelah peristiwa Big Bang serta bagaimana galaksi dan bintang-bintang pertama terbentuk."

Planet-planet tersebut diperkirakan tiga kali lebih tua dari Bumi, dan terbentuk 12,8 miliar tahun yang lalu. Planet-planet itu berjarak sekitar 375 tahun cahaya dari tata surya kita.

Planet raksasa itu terdeteksi menggunakan 'kecepatan radial', di mana para astronom mengamati ‘getaran’ dalam cahaya bintang, karena adanya daya tarik dunia yang mengorbit.

Salah satu planet tersebut besarnya mirip dengan Yupiter, di tata surya kita. Yang lain ukurannya sekitar tiga kali Yupiter.
Jika di sana terdapat kehidupan, tentu cenderung sangat berbeda dari manusia.

Pembentukan planet itu bukan sejak adanya alam semesta awal, bintang-bintang itu 'miskin logam‘ – berat unsur-unsurnya kurang dari berat hidrogen dan helium. Setiawan mengatakan, "Kandungan besi hanya sekitar satu persen dari matahari kita. Saya ingin tahu darah semacam apa yang mereka miliki tanpa unsur besi-- pada saat itu, hampir tidak ada unsur-unsur berat yang tersedia.

Setiawan mengakui bahwa planet-planet itu kemungkinan terbentuk kemudian dalam siklus kehidupan bintang - tetapi ia mengatakan ini tidak mungkin.

“Biasanya pembentukan planet tak lama setelah pembentukan bintang, "katanya. "Generasi kedua planet tersebut kemungkian juga terbentuk setelah sebuah bintang mengalami kepunahan, namun hal ini masih dalam perdebatan."